Sebelum
suami berangkat sekolah ke Belanda, pada perbincangan kami mendekati masa
pernikahan, suami menyampaikan niatnya untuk berangkat ke tanah suci dari
Belanda bersama istrinya kelak. Waktu itu, dengan menyabet status sebagai calon
istrinya, tentulah saya senang.
Setelah
menikah, dan saya pun ke Belanda menemani perantauan suami untuk sekolah,
harapan untuk ke tanah suci bersama sudah kami tanam baik-baik sebagai mimpi bersama yang ingin segera dituai di negeri kincir angin.
Alhamdulillah,
yang datang malah kiriman paket yang berbeda dari Allah, tapi bahagianya
serupa. Setahun tinggal di Belanda, kami dikaruniai seorang buah hati yang kami
namai Abdullah. Selama setahun itu, kami sibuk mempersiapkan kelahirannya,
tentu dengan kondisi suami yang tetap menunaikan tugas utama sebagai pelajar
dan saya di rumah bersama calon buah hati sembari sesekali mengikuti kursus
singkat di kampus suami, satu atau dua kali sepekan.
Harmonie Building, University of Groningen Salah satu lokasi kampus suami yang merupakan tempat kursus saya Kredit pribadi |
Lalu
bagaimana dengan mimpi kami berangkat ke tanah suci setelah sang buah hati lahir?
Alhamdulillah, bagi saya pribadi, tidak ada rasa berat atau beban di hati
karena bertambahnya satu anggota keluarga. Karena kami berencana berangkat
sekeluarga dari awal, maka sebagai anggota keluarga baru, Abdullah pun akan
kami ajak turut serta.
Keputusan
itu tidak lahir dari perbincangan yang sedemikian alot atau pertimbangan yang
begitu panjang. Mudah saja bagi kami untuk memutuskannya, meskipun pada awalnya
suami agak ragu dengan kondisi keuangan kami. Saya sendiri berpikir, karena tujuannya adalah ibadah, lalu apa salahnya mengajak anak juga ikut beribadah? Insya
Allah dananya cukuplah, pikir saya kala itu.
Saat
itu, sedikit pun pikiran bahwa anak kami akan jadi beban dan memberatkan tidak
pernah tebersit. Malah justru bahagia, sekiranya Allah mengizinkan berangkat
bersama sekeluarga, insya Allah akan jadi momen manis tersendiri bagi keluarga
kami dalam perjalanan ibadah itu nantinya.
Hanya
yang menjadi pertanyaan kala itu, sebagaimana kekhawatiran suami, cukupkah
kira-kira dana kami untuk berangkat bertiga? Sebagai pasangan yang baru menikah
dua tahun lalu, apakah keuangan kami juga cukup untuk mendanai sang buah hati
ke tanah suci?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar