Untuk
kali pertama saya menulis tentang topik ‘how
to’ semacam ini. Bukan apa-apa, waktu mengikuti pelatihan, saya sempat
mencatat di kertas beberapa materi penting, dan itu cuma menghabiskan tiga
lembar kertas notes yang biasa
dibagikan kalau ada pelatihan-pelatihan itu tuh. Sementara notes-nya lumayan tebal, maka saya menyobek tiga lembar kertas tadi
untuk dipindahkan ke tulisan ini. Tentu agar sisanya bisa saya berikan ke orang
yang sekiranya butuh notes. Di rumah
sudah menumpuk notes semacam itu di
lemari. Bikin penuh-penuh dan tidak baik dipandang mata saya.
Kredit Pribadi |
Nah,
maka dibuatlah tulisan ini. Selain alasan kertas tadi, alasan lainnya adalah
yang memberi materi Prof Dahlang Tahir. You
know what? Silakan di-gugling deh. Intinya, beliau adalah professor termuda dan terproduktif di Unhas
(perguruan tinggi urutan ke-8 terproduktif menghasilkan artikel ilmiah
se-Indonesia). Tahu berapa artikel Scopus beliau? 88 sodara-sodara… Delapan
puluh delapan pada usianya yang masih kepala tiga. Jadi remah akutuh...
Langsung
saja. Bagaimana sih cara membuat jurnal terindeks internasional? Ya bisa sih
kali ya, pakai jalan pedang, yang belajar dari awal dan lama. Tapi ya itu, mayan uga durasi yang dibutuhkan. Maka
oleh Prof Dahlang, diuraikan beberapa tips agar lebih mudah bagi kita penikmat kecepatan ini. Hehe.
Pertama.
Temukan ide dan cari tiga jurnal yang mirip dengan idemu. Baca tiga artikel
yang mirip itu. Dengan cara menulis yang sama (tentu juga termasuk pengumpulan
data dan analisisnya), tuliskan artikel dalam konteks idemu sendiri. Setelah
rampung, perhatikan, dari tiga tulisan itu, yang mana kira-kira yang paling
dekat dengan artikelmu, baik dari segi cara menulis dan kualitas analisis data.
Nah, kalau sudah dipilih, cobalah submit artikelmu di jurnal yang sama dengan
artikel yang mirip itu. Rejected?
Perbaiki, dan perbaiki lagi. Lalu submit kembali
ke jurnal dengan impact factor yang
setara atau lebih rendah sedikit.
Kedua.
Agar artikelmu diterima di jurnal Q1, Q2, Q3, dan Q4, penting sekali memastikan
bahwa referensi yang kamu pakai juga merupakan output dari jurnal Q1 hingga Q4.
Kalau kamu mau diterbitkan di Q1, pastikan sumber referensimu juga pakai dari
Q1. Paling penting, semua referensi harus tertelusur di media daring. Makanya,
sebisa mungkin jangan pakai referensi ber-Bahasa Indonesia ya, dan jangan pakai
referensi buku ya jika memungkinkan.
Ketiga.
Agar tulisanmu bisa sekelas penulis-penulis di Q1 itu. Nih ada tips khusus dari
Prof Dahlang. Beliau baca secara rutin 15 menit 1 artikel per hari. Dalam jeda
15 menit itu, beliau tidak boleh diganggu siapa-siapa. Pintu kantor ditutup
rapat. Dengan cara itu, Prof Dahlang berusaha mengimitasi gaya menulis penulis
jurnal beken itu.
Okay.
Demikan dulu ya. Semoga yang sedang dalam proses menulis artikel dimudahkan
oleh Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar