Kredit Pribadi |
Ini bukan buku biografi Rasulullah pertama yang
saya baca. Waktu masih kuliah di Semarang, saya paksa-paksa diri saya untuk
mulai membaca sirah nabawiyah karya
Syafiyurrahman Al Mubarakfuri. Buku berisikan kisah lengkap hidup Rasulullah
itu saya pilih untuk saya baca, tidak lain karena rekomendasi guru ngaji saya di
tempat liqo’ sewaktu masih kuliah di
Makassar. Baru sempat saya baca setelah lulus kuliah di Makassar dan pindah ke
Semarang untuk kuliah lagi, dan di Semarang waktu itu, saya memang sedang lumayan lowong
ditambah minat baca yang sedang menggelora.
Buku itu adalah buku yang benar-benar baik.
Saya mengingat sempat membuat resensinya, dan setelahnya, saya selalu ingin
lagi membaca sirah-sirah nabawiyah berikutnya.
Saya membacanya pelan saja. Jika tidak salah ingat, sekali sehari beberapa
lembar. Akan tetapi, saya meresapi betul lembar demi lembar kisah dalam buku
itu. Sekali waktu saya menangis, di lain waktu saya malu ketika sedang
membacanya.
Ada beberapa buku-buku kecil yang saya baca setelahnya,
yang berkisah tentang hidup Rasulullah dan orang-orang di sekitar beliau.
Sewaktu akhirnya selesai kuliah di Semarang dan kembali hidup di Makassar, saya
bahkan memutuskan membaca buku sirah yang
tebalnya beribu-ribu halaman, berkali-kali lipat dari yang pernah saya baca pertama
kali itu. Sayangnya, belum sempat saya tamatkan karena akhirnya harus pindah
hidup lagi di tempat sekarang, Groningen, dan membawa buku dengan ketebalan
bagai kasur itu untuk ikut serta ke negara ini juga rasa-rasanya costly deh.
Saya bersyukur, di Groningen sini, saya
dipertemukan dengan muslim-muslimah yang banyak memberi warna positif dalam
hidup saya. Meskipun kebanyakan sibuk dengan kuliah yang tidak kalah
mendesaknya menuntut untuk membaca jurnal-jurnal ilmiah, mereka tetap
menyediakan dan menyempatkan diri membaca buku-buku lain. Buku sirah nabawiyah akhirnya saya temukan
lagi saat iseng bertanya ke seorang teman yang punya lumayan banyak koleksi
buku di rumahnya.
Sebenarnya, dorongan membaca buku ini lebih
besar karena bulan lalu saya, suami, dan bayi kami berangkat ke tanah suci untuk
menyempurnakan rukun Islam kami (Alhamdulillah
tsumma Alhamdulillah). Sebagai bekal, saya ingin membaca ulang kisah
Rasulullah sebelum bertandang ke tanah kelahirannya, tanah yang paling Allah
cintai dan juga dicintai Rasulullah. Sebelum menginjakkan kaki di dua kota suci
nan agung, saya dahului dengan membaca kisah-kisah kehidupan seorang teladan
yang pernah hidup di sana.
Tidak kurang dari sebulan, saya berhasil
menuntaskan buku setebal 600 halaman ini, jauh lebih cepat dibanding buku Al
Mubarakfuri. Buku ini memang lebih tipis jika dibanding buku Al Mubarakfuri yang berjumlah 864 halaman, tapi tetap saja
saya termasuk cepat membacanya jika mengingat saya membaca Al Mubarakfuri dalam
waktu kurang lebih setahun. Selain faktor mendesak karena harus saya selesaikan
sebelum berangkat ke tanah suci, faktor lain yang menyebabkan saya lebih cepat
membacanya adalah karena buku ini menggunakan kalimat yang lebih ringan dan
datanya tidak sekompleks milik Al Mubarakfuri. Hanya saja, kalau boleh memilih,
saya tentu masih menjatuhkan pilihan pada karya Al Mubarakfuri yang lebih
runut, teliti, dan meskipun kompleks, masih tergolong mudah dipahami.
Rasa haru dan syukur masih terselip ketika
membaca buku sejenis ini, perasaan yang selalu hadir ketika membaca buku
biografi Rasulullah. Perasaan campur aduk yang rasanya teramat jauh berbeda
ketika membaca buku-buku lain. Entahlah!
Michael Hart memang benar ketika memutuskan
menempatkan Muhammad sebagai nama pertama tokoh berpengaruh di dunia hingga
saat ini. Berkunjung ke tanah suci, makin menambah keyakinan saya akan kuatnya
pengaruh yang dibawa Rasulullah. Saya membayangkan betapa sedikit pengikutnya
kala pertama beliau mengenalkan Islam. Tidak hanya sembunyi-sembunyi untuk
menyebarkannya, beliau bahkan diusir dari tanah kelahirannya karena keyakinan
baru yang dibawa kala itu. Lalu sekarang, masya
Allah, di tempat yang sama, kota itu telah dibanjiri berjuta-juta manusia
dari penjuru negeri-negeri dengan membawa misi yang sama untuk menyempurkan
rukun Islam mereka. Ya Allah, ketika menulis
ini pun saya haru dan menangis mengenang lautan manusia di tanah haram. Betapa
dahsyatnya pengaruh yang dibawa Rasulullah untuk menyampaikan nilai-nilai
kebaikan dari Allah, padahal jarak waktu antara kehidupannya membawa risalah
dengan kehidupan sekarang amatlah jauh. Jauh sekali. Apalagi kalau mengingat
orang-orang tua yang sudah bungkuk berjalan masih penuh semangat mengitari baitullah, tidak bisa saya bayangkan
seberapa besar rasa cinta para orang tua itu pada agama Muhammad ini. Masya Allah, memangnya apa yang tidak
bisa dilakukan oleh cinta?
Kembali lagi ke buku ini, setelah membacanya,
terutama di bagian detik-detik penguburan jenazah Rasulullah, saya menyetop
membaca sebentar. Saya bergumam :
Laki-laki itu telah pergi, laki-laki yang menghabiskan seluruh sisa umurnya sejak dia diutus sebagai nabi-Nya, untuk berjuang menegakkan risalah Islam. Tidak ada waktunya terbuang selain perjuangan jua isinya.
Lalu saya loyo mengingat diri sendiri. Ya
Allah, aku mah apa? Banyak bobo paginya pas nyusuin baby A, banyak menghabiskan waktu main pesbuk, banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan yang tidak jelas
manfaatnya, dan kadang sibuk dengan perbuatan sia-sia atau yang tidak
mendatangkan kebaikan. Astagfirullah...
Belum lagi kadang masih khilaf dan bertanduk
ala nenek-nenek sihir di hadapan baby
A dan ayahnya, padahal impian pingin jadi istri shalihah dan ibu terbaik buat
anak telah dikumandangkan waktu masih gadis. Bakti pada kedua orang tua belum
ada apa-apanya yang bisa diandalkan, malah lebih banyak berdosa kepada kedua
orang tua. Kadang juga suka malas belajar kalau lagi suntuk. Shalat tahajud susah
ditegakkan. Sedekah kadang masih hitung-hitungan. Hafalan Quran maju-mundur. Hiks…
Akhirnya, teramat bersyukur bisa baca lagi
catatan hidup nabi ini, bisa mengulang-ulang lagi hari-hari manusia agung itu. Satu
kesyukuran juga, Allah masih beri ghirah untuk
membaca kisah hidup manusia yang amat dicintai-Nya. Setidaknya, dengan membaca
lembar demi lembar kisahnya, jadi alarm bagi diri sendiri untuk menilai dan
menyadari fluktuasi kualitas iman dan akhlak saya saat ini, sudah sejauh apa saya
melenceng dari akhlak yang diteladankan Rasulullah.
Eh satu lagi, poin tambahan dari buku ini
adalah ada gambarnya loh! Mulai dari baju Fathimah hingga denah masjid nabawi
ada di sana, lengkap dengan keteragan di mana barang-barang peninggalan nabi
dan keluarga serta sahabatnya kini dimuseumkan. Jadi pengin berkunjung ke museum yang dimaksud
suatu waktu, entah kapan ya? Mohon doanya ya!
Kredit Pribadi |
Ma sya Alloh.. ketemu blog Mbak Andis :D *aduuh aku kemana ajaa selama ini >.< aku follow ya Mbak, bakal jadi pembaca setia nih :)
BalasHapusSemoga segera terwujud keinginan berkunjung ke museumnya ya Mbak. Aamiin..
Salam,
Amalina
Masya Alloh... trus saya deg degan nih. Trus saya mau sembunyi nih blog saya dibaca sama orang yang blognya hampir tiap hari saya buka demi baca tulisan terbarunya :')
HapusAamiin teh... semoga Allah mudahkan semua hajat baik kita ya.
:*