Kamis, 02 April 2020

Covid-19 dan (Anggaplah) Kontribusi Kecil Saya



Sudah dua pekan ini saya jualan masker kain. Saya beli dari penjahit depan rumah seharga Rp 4.000, kadang juga kalau kehabisan persediaan saya beli dari adik ipar Rp 5.000, dan pernah juga dari keponakan suami, Rp 5.000. Ketahuan kan betapa semangatnya saya jualan masker.

Contoh Masker yang Saya Jual

Saya jualnya macam-macam harganya. Kadang Rp 5.000, kadang Rp 5.500, dan kadang Rp 6.000. Untungnya setipis itu. Kadang malah tidak untung sama sekali karena pernah saya jual ke teman, murni untuk bantu teman. Saya beli Rp 5.000, jualnya Rp 5.000 juga. Syukurlah suami tidak protes, waktu saya harus terbagi mengurusi masker-masker ini.

Kadang juga saya nombok sih. Kok bisa?

Jadi, ini semacam ikhtiar saya juga, bikin apa nih di tengah musibah besar seperti ini.

Karena saya lagi semangat eksperimen jualan belakangan ini, dan banyak juga di luar sana masker di jual tapi mahal, maka okay, saya putuskan untuk jualan masker.

Ini namanya win-win solution. Saya melakukan hal yang saya suka sambil tetap meniatkannya untuk berbuat sesuatu, meski sedang dasteran di rumah.

Bukan rahasia lagi, ada oknum yang rela melakukan apa yang disebut sebagai strategi bisnis yang buruk dengan menumpuk-numpuk hartanya, dan menutup mata akan kebutuhan orang lain yang kesulitan mendapatkan produk yang ditimbun dan dijual mahal tersebut. Dalam dunia bisnis yang berkiblat pada kapitalisme, semua orang sah-sah saja berkompetisi mendapatkan uang sebanyak-banyaknya.

Dan tadaaa! Saya hadir, menawarkan masker kain seharga Rp 5.000. Setiap pembelian 1 masker, seribu rupiah keuntungannya untuk babang ojol yang menjemput masker-masker di rumah dan membawanya ke para pelanggan masker.

Well, tidak semua orang bisa pakai tagar #dirumahaja. Ada orang yang meski Covid-19 ini menghantui di sepanjang jalan sejak melangkahkan kaki melewati pagar rumah, kaki harus tetap diayunkan untuk mencari nafkah, sebab ada anak-istri yang harus tetap diberi makan. Parcayalah, di negara kita ini, semenakutkan apapun media dan para ilmuwan memberitakan bahaya Covid-19, ada orang yang justru lebih takut mati kelaparan dibanding takut mati karena virus ini. Maka, mereka harus tetap bertahan di luar, mencari nafkah dengan menantang virus-virus yang tidak terprediksi datangnya itu. Sebab tak ada tabungan, apalagi harta dapat dijual untuk membeli persediaan makanan.

Satu dari sekian banyak kelompok masyarakat itu adalah babang ojol. Mereka adalah orang-orang yang bagi kita keras kepala karena masih kumpul-kumpul bareng menunggu orderan datang, tapi sesungguhnya mereka juga menyembunyikan ketakutan pada virus tersebut demi mengisi perut keluarga mereka di rumah. Maka kepada merekalah masker-masker gratis akan saya bagikan, ketika mereka menerima orderan dari saya untuk mengantar masker-masker pesanan pelanggan.

Menjawab pertanyaan tadi, kok bisa saya nombok? Ya bisa, jika saya belinya Rp 5.000 dan saya jual Rp 5.500, dan orang yang beli hanya 5 masker, artinya untung saya hanya Rp 2.500. Sementara kepada pelanggan tadi, saya mengirim masker-maskernya lewat babang ojol, satu masker gratis untuk si babang belum menutupi keuntungan tadi. Itu hitung-hitungan ekonomi yang diajarkan dunia barat sana.

Untung saja, Allah melihat dan menilai setiap usaha dan proses manusia. Maka saya percaya, meski secara logika untung-rugi tradisional, saya rugi, tapi dalam Islam saya untung. Untung banyak malah. Saya percaya, kelebihan rezeki untuk bisa menutupi kerugian tadi adalah untung saya yang diberikan Allah. Adapun kekuatan untuk mengurus masker-masker ini, juga untung yang tidak bisa saya nilai. Kesempatan bisa 'memberi' meski tak seberapa, itu pun untung, yang belum tentu semua orang diberi kesempatan itu.

Saya tak tahu, apakah ini bisa dianggap kontribusi atas masalah pelik di tengah pandemi ini. Tapi jika pun ini teramat kecil, setidaknya, jika nanti Allah tanya, “kamu bikin apa ketika wabah di tahun 2020 datang?”. Tubuh ini akan mempersaksikannya, saya jualan masker ya Allah.

Keuntungan dari penjualan ini untuk babang ojol yang kepanasan menjemput rezeki di luar rumah, ketika kebanyakan orang sibuk dan pusing hendak bikin apa di dalam rumah mereka. Andai kita yang #kerjadarirumah disuruh ganti posisi babang ojol sehari saja, maka kita akan tahu, kesempatan untuk bisa #dirumahaja di tengah wabah berbahaya ini justru adalah mimpi bagi sebagian orang. Hiks.

Omong-omong, jika mau ikutan di barisan saya berkontribusi untuk memberi babang ojol masker gratis, belilah masker kain di saya (*iklan ceunah). Jika sudah punya cukup masker kain di rumah (setiap orang disarankan memiliki 5 masker kain untuk digonta-ganti karena disarankan hanya sekali pakai lalu langsung cuci), maka cukup sebarlah tulisan ini ke orang lain, agar mereka membeli masker kain di saya. Terima kasih.

Harganya Rp 5.000 per masker. Pembelian klik ini saja ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar