Sudah
dua pekan ini saya jualan masker kain. Saya beli dari penjahit depan rumah seharga
Rp 4.000, kadang juga kalau kehabisan persediaan saya beli dari adik ipar Rp
5.000, dan pernah juga dari keponakan suami, Rp 5.000. Ketahuan kan betapa
semangatnya saya jualan masker.
Contoh Masker yang Saya Jual |
Saya
jualnya macam-macam harganya. Kadang Rp 5.000, kadang Rp 5.500, dan kadang Rp
6.000. Untungnya setipis itu. Kadang malah tidak untung sama sekali karena pernah
saya jual ke teman, murni untuk bantu teman. Saya beli Rp 5.000, jualnya Rp
5.000 juga. Syukurlah suami tidak protes, waktu saya harus terbagi mengurusi
masker-masker ini.
Kadang
juga saya nombok sih. Kok bisa?
Jadi,
ini semacam ikhtiar saya juga, bikin apa nih di tengah musibah besar seperti
ini.
Karena
saya lagi semangat eksperimen jualan belakangan ini, dan banyak juga di luar
sana masker di jual tapi mahal, maka okay,
saya putuskan untuk jualan masker.
Ini
namanya win-win solution. Saya
melakukan hal yang saya suka sambil tetap meniatkannya untuk berbuat sesuatu,
meski sedang dasteran di rumah.
Bukan
rahasia lagi, ada oknum yang rela melakukan apa yang disebut sebagai strategi
bisnis yang buruk dengan menumpuk-numpuk hartanya, dan menutup mata akan
kebutuhan orang lain yang kesulitan mendapatkan produk yang ditimbun dan dijual
mahal tersebut. Dalam dunia bisnis yang berkiblat pada kapitalisme, semua orang
sah-sah saja berkompetisi mendapatkan uang sebanyak-banyaknya.
Dan
tadaaa! Saya hadir, menawarkan masker kain seharga Rp 5.000. Setiap pembelian 1
masker, seribu rupiah keuntungannya untuk babang
ojol yang menjemput masker-masker di rumah dan membawanya ke para pelanggan
masker.
Well, tidak semua orang bisa
pakai tagar #dirumahaja. Ada orang yang meski Covid-19 ini menghantui di
sepanjang jalan sejak melangkahkan kaki melewati pagar rumah, kaki harus tetap
diayunkan untuk mencari nafkah, sebab ada anak-istri yang harus tetap diberi
makan. Parcayalah, di negara kita ini, semenakutkan apapun media dan para
ilmuwan memberitakan bahaya Covid-19, ada orang yang justru lebih takut mati
kelaparan dibanding takut mati karena virus ini. Maka, mereka harus tetap
bertahan di luar, mencari nafkah dengan menantang virus-virus yang tidak
terprediksi datangnya itu. Sebab tak ada tabungan, apalagi harta dapat dijual
untuk membeli persediaan makanan.
Satu
dari sekian banyak kelompok masyarakat itu adalah babang ojol. Mereka adalah orang-orang yang bagi kita keras kepala karena masih kumpul-kumpul bareng menunggu orderan datang, tapi sesungguhnya mereka juga
menyembunyikan ketakutan pada virus tersebut demi mengisi perut keluarga mereka
di rumah. Maka kepada merekalah masker-masker gratis akan saya bagikan, ketika
mereka menerima orderan dari saya untuk mengantar masker-masker pesanan
pelanggan.
Menjawab pertanyaan tadi, kok bisa saya nombok? Ya bisa, jika saya belinya Rp 5.000 dan saya jual Rp 5.500, dan orang yang beli hanya 5 masker, artinya untung saya hanya Rp 2.500. Sementara kepada pelanggan tadi, saya mengirim masker-maskernya lewat babang ojol, satu masker gratis untuk si babang belum menutupi keuntungan tadi. Itu hitung-hitungan ekonomi yang diajarkan dunia barat sana.
Untung saja, Allah melihat dan menilai setiap usaha dan proses manusia. Maka saya percaya, meski secara logika untung-rugi tradisional, saya rugi, tapi dalam Islam saya untung. Untung banyak malah. Saya percaya, kelebihan rezeki untuk bisa menutupi kerugian tadi adalah untung saya yang diberikan Allah. Adapun kekuatan untuk mengurus masker-masker ini, juga untung yang tidak bisa saya nilai. Kesempatan bisa 'memberi' meski tak seberapa, itu pun untung, yang belum tentu semua orang diberi kesempatan itu.
Saya
tak tahu, apakah ini bisa dianggap kontribusi atas masalah pelik di tengah pandemi
ini. Tapi jika pun ini teramat kecil, setidaknya, jika nanti Allah tanya, “kamu
bikin apa ketika wabah di tahun 2020 datang?”. Tubuh ini akan
mempersaksikannya, saya jualan masker ya
Allah.
Keuntungan
dari penjualan ini untuk babang ojol
yang kepanasan menjemput rezeki di luar rumah, ketika kebanyakan orang sibuk
dan pusing hendak bikin apa di dalam rumah mereka. Andai kita yang #kerjadarirumah disuruh ganti posisi babang ojol sehari saja, maka kita akan tahu, kesempatan untuk bisa #dirumahaja di tengah wabah berbahaya ini justru adalah mimpi bagi sebagian orang. Hiks.
Omong-omong,
jika mau ikutan di barisan saya berkontribusi untuk memberi babang ojol masker gratis, belilah masker kain di saya (*iklan ceunah). Jika sudah
punya cukup masker kain di rumah (setiap orang disarankan memiliki 5 masker kain untuk digonta-ganti karena disarankan hanya sekali pakai lalu langsung cuci), maka cukup sebarlah tulisan ini ke orang lain, agar mereka membeli masker kain di
saya. Terima kasih.
Harganya Rp 5.000
per masker. Pembelian klik ini saja ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar