Sabtu, 15 September 2018

Sirah Nabawiyah: Alarm Sepanjang Hayat

Kredit Pribadi

Ini bukan buku biografi Rasulullah pertama yang saya baca. Waktu masih kuliah di Semarang, saya paksa-paksa diri saya untuk mulai membaca sirah nabawiyah karya Syafiyurrahman Al Mubarakfuri. Buku berisikan kisah lengkap hidup Rasulullah itu saya pilih untuk saya baca, tidak lain karena rekomendasi guru ngaji saya di tempat liqo’ sewaktu masih kuliah di Makassar. Baru sempat saya baca setelah lulus kuliah di Makassar dan pindah ke Semarang untuk kuliah lagi, dan di Semarang waktu itu, saya memang sedang lumayan lowong ditambah minat baca yang sedang menggelora.

Buku itu adalah buku yang benar-benar baik. Saya mengingat sempat membuat resensinya, dan setelahnya, saya selalu ingin lagi membaca sirah-sirah nabawiyah berikutnya. Saya membacanya pelan saja. Jika tidak salah ingat, sekali sehari beberapa lembar. Akan tetapi, saya meresapi betul lembar demi lembar kisah dalam buku itu. Sekali waktu saya menangis, di lain waktu saya malu ketika sedang membacanya.

Ada beberapa buku-buku kecil yang saya baca setelahnya, yang berkisah tentang hidup Rasulullah dan orang-orang di sekitar beliau. Sewaktu akhirnya selesai kuliah di Semarang dan kembali hidup di Makassar, saya bahkan memutuskan membaca buku sirah yang tebalnya beribu-ribu halaman, berkali-kali lipat dari yang pernah saya baca pertama kali itu. Sayangnya, belum sempat saya tamatkan karena akhirnya harus pindah hidup lagi di tempat sekarang, Groningen, dan membawa buku dengan ketebalan bagai kasur itu untuk ikut serta ke negara ini juga rasa-rasanya costly deh.

Saya bersyukur, di Groningen sini, saya dipertemukan dengan muslim-muslimah yang banyak memberi warna positif dalam hidup saya. Meskipun kebanyakan sibuk dengan kuliah yang tidak kalah mendesaknya menuntut untuk membaca jurnal-jurnal ilmiah, mereka tetap menyediakan dan menyempatkan diri membaca buku-buku lain. Buku sirah nabawiyah akhirnya saya temukan lagi saat iseng bertanya ke seorang teman yang punya lumayan banyak koleksi buku di rumahnya.

Sebenarnya, dorongan membaca buku ini lebih besar karena bulan lalu saya, suami, dan bayi kami berangkat ke tanah suci untuk menyempurnakan rukun Islam kami (Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah). Sebagai bekal, saya ingin membaca ulang kisah Rasulullah sebelum bertandang ke tanah kelahirannya, tanah yang paling Allah cintai dan juga dicintai Rasulullah. Sebelum menginjakkan kaki di dua kota suci nan agung, saya dahului dengan membaca kisah-kisah kehidupan seorang teladan yang pernah hidup di sana.

Tidak kurang dari sebulan, saya berhasil menuntaskan buku setebal 600 halaman ini, jauh lebih cepat dibanding buku Al Mubarakfuri. Buku ini memang lebih tipis jika dibanding buku Al Mubarakfuri  yang berjumlah 864 halaman, tapi tetap saja saya termasuk cepat membacanya jika mengingat saya membaca Al Mubarakfuri dalam waktu kurang lebih setahun. Selain faktor mendesak karena harus saya selesaikan sebelum berangkat ke tanah suci, faktor lain yang menyebabkan saya lebih cepat membacanya adalah karena buku ini menggunakan kalimat yang lebih ringan dan datanya tidak sekompleks milik Al Mubarakfuri. Hanya saja, kalau boleh memilih, saya tentu masih menjatuhkan pilihan pada karya Al Mubarakfuri yang lebih runut, teliti, dan meskipun kompleks, masih tergolong mudah dipahami.

Rasa haru dan syukur masih terselip ketika membaca buku sejenis ini, perasaan yang selalu hadir ketika membaca buku biografi Rasulullah. Perasaan campur aduk yang rasanya teramat jauh berbeda ketika membaca buku-buku lain. Entahlah!

Michael Hart memang benar ketika memutuskan menempatkan Muhammad sebagai nama pertama tokoh berpengaruh di dunia hingga saat ini. Berkunjung ke tanah suci, makin menambah keyakinan saya akan kuatnya pengaruh yang dibawa Rasulullah. Saya membayangkan betapa sedikit pengikutnya kala pertama beliau mengenalkan Islam. Tidak hanya sembunyi-sembunyi untuk menyebarkannya, beliau bahkan diusir dari tanah kelahirannya karena keyakinan baru yang dibawa kala itu. Lalu sekarang, masya Allah, di tempat yang sama, kota itu telah dibanjiri berjuta-juta manusia dari penjuru negeri-negeri dengan membawa misi yang sama untuk menyempurkan rukun Islam mereka. Ya Allah, ketika menulis ini pun saya haru dan menangis mengenang lautan manusia di tanah haram. Betapa dahsyatnya pengaruh yang dibawa Rasulullah untuk menyampaikan nilai-nilai kebaikan dari Allah, padahal jarak waktu antara kehidupannya membawa risalah dengan kehidupan sekarang amatlah jauh. Jauh sekali. Apalagi kalau mengingat orang-orang tua yang sudah bungkuk berjalan masih penuh semangat mengitari baitullah, tidak bisa saya bayangkan seberapa besar rasa cinta para orang tua itu pada agama Muhammad ini. Masya Allah, memangnya apa yang tidak bisa dilakukan oleh cinta?

Kembali lagi ke buku ini, setelah membacanya, terutama di bagian detik-detik penguburan jenazah Rasulullah, saya menyetop membaca sebentar. Saya bergumam :
Laki-laki itu telah pergi, laki-laki yang menghabiskan seluruh sisa umurnya sejak dia diutus sebagai nabi-Nya, untuk berjuang menegakkan risalah Islam. Tidak ada waktunya terbuang selain perjuangan jua isinya.
Lalu saya loyo mengingat diri sendiri. Ya Allah, aku mah apa? Banyak bobo paginya pas nyusuin baby A, banyak menghabiskan waktu main pesbuk, banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan yang tidak jelas manfaatnya, dan kadang sibuk dengan perbuatan sia-sia atau yang tidak mendatangkan kebaikan. Astagfirullah...

Belum lagi kadang masih khilaf dan bertanduk ala nenek-nenek sihir di hadapan baby A dan ayahnya, padahal impian pingin jadi istri shalihah dan ibu terbaik buat anak telah dikumandangkan waktu masih gadis. Bakti pada kedua orang tua belum ada apa-apanya yang bisa diandalkan, malah lebih banyak berdosa kepada kedua orang tua. Kadang juga suka malas belajar kalau lagi suntuk. Shalat tahajud susah ditegakkan. Sedekah kadang masih hitung-hitungan. Hafalan Quran maju-mundur. Hiks…

Akhirnya, teramat bersyukur bisa baca lagi catatan hidup nabi ini, bisa mengulang-ulang lagi hari-hari manusia agung itu. Satu kesyukuran juga, Allah masih beri ghirah untuk membaca kisah hidup manusia yang amat dicintai-Nya. Setidaknya, dengan membaca lembar demi lembar kisahnya, jadi alarm bagi diri sendiri untuk menilai dan menyadari fluktuasi kualitas iman dan akhlak saya saat ini, sudah sejauh apa saya melenceng dari akhlak yang diteladankan Rasulullah.


Eh satu lagi, poin tambahan dari buku ini adalah ada gambarnya loh! Mulai dari baju Fathimah hingga denah masjid nabawi ada di sana, lengkap dengan keteragan di mana barang-barang peninggalan nabi dan keluarga serta sahabatnya kini dimuseumkan.  Jadi pengin berkunjung ke museum yang dimaksud suatu waktu, entah kapan ya? Mohon doanya ya!
Kredit Pribadi

2 komentar:

  1. Ma sya Alloh.. ketemu blog Mbak Andis :D *aduuh aku kemana ajaa selama ini >.< aku follow ya Mbak, bakal jadi pembaca setia nih :)

    Semoga segera terwujud keinginan berkunjung ke museumnya ya Mbak. Aamiin..

    Salam,
    Amalina

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Alloh... trus saya deg degan nih. Trus saya mau sembunyi nih blog saya dibaca sama orang yang blognya hampir tiap hari saya buka demi baca tulisan terbarunya :')

      Aamiin teh... semoga Allah mudahkan semua hajat baik kita ya.

      :*

      Hapus