Pada
tahun 2018 bulan Juni kemarin, Abdullah, anak kami, sudah memasuki usia satu
tahunnya. Pada usia ini, sudah terlihat tanda-tanda terhadap keinginan
bersosialisai dengan teman-temannya, baik yang sebaya maupun yang lebih tua.
Jika sebelumnya dia hanya bisa melihat dan mengamati anak-anak yang lebih tua
bermain, pada usia ini dia sudah ikut bermain. Ketika anak-anak teman kami datang ke rumah
bermain di dalam kamar, misalnya, dia akan menarik tangan saya atau tangan
orang yang lebih tua untuk menemaninya masuk ke kamar untuk turut serta bermain
dengan teman yang lebih besar.
Apa sih
yang harus dilakukan oleh orang tua untuk mendampingi perkembangan anak dengan
keinginan sosialisasi yang mulai meningkat pada usia satu tahunnya?
Well, bermain bersama
teman-temannya akan membuat anak belajar bersosialisai dengan orang lain. Secara
langsung, si anak akan mulai belajar meminta dan memberi dengan orang lain. Dia
juga akan mulai belajar tentang kepemilikan : ini punyaku, dan ini punyamu.
Namun demikian, bermain dengan orang lain mungkin akan jadi sedikit ‘masalah’
bagi si anak pada usianya ini. Berbagi mainan adalah contoh kongkritnya.
Kemauan untuk berbagi akan mulai bekerja ketika si anak memasuki usia dua
tahun, tapi bukan jadi alasan untuk menghentikan kegiatan bermainnya dengan
teman-temannya sebelum usia dua tahun. Meski masih dalam rentang usia satu tahunan,
anak akan tetap menikmati bermain di sekitar teman-temannya, dan pada saat
itulah dia mulai belajar bermain bersama.
Nah,
saat bersosialisasi, kerap kali terjadi konflik dengan temannya. Karena anak
belum bisa berekspresi dengan kata-kata ketika dia kecewa atau marah, maka
biasanya anak akan mengekspresikannya dengan menendang, memukul, atau menangis.
Tidak ada satu pun orang tua yang bahagia ketika anak melakukan hal-hal
tersebut, baik dia dipukul atau pun yang memukul. Akan tetapi, bukan tindakan
bijak ketika dia dipukul dan kita membiarkan atau bahkan menyuruhnya membalas
dengan memukul kembali, meskipun tujuannya untuk memberi efek jera agar anak
yang memukul merasakan bagaimana sakitnya dipukul. Karena dengan cara itu, anak
akan mengambil kesimpulan bahwa tindakan-tindakan membalas seperti itu
(memukul, menendang, menggigit, mencakar dan sebagainya) akan diperbolehkan jika
dia sudah besar atau lebih kuat nanti.
Solusinya
adalah lebih baik memberi pemahaman ke anak, bahkan jika dia masih satu tahun,
bahwa melakukan tindakan kekerasan kepada teman atau keluarga, itu tidak boleh
karena akan membuat sakit. Kalau saya sendiri, ketika anak saya dipukul oleh
temannya yang lebih besar, saya lebih memilih untuk membawanya menyingkir
sementara waktu dengan teman-temannya, lalu bermain bersama saya berdua saja. Setelah
dia sudah tidak sedih lagi, saya akan membawanya kembali bermain bersama, dengan
lebih hati-hati mendampinginya. Ini agar anak saya tidak merasa trauma bermain
bersama teman-temannya.
Nah, ada
juga kondisi ketika anak saya memukul temannya. Sebenarnya, maksudnya mungkin
mau menyapa, tapi karena belum bisa berekspresi dengan baik, maka kadang dia
mencakar temannya. Pada saat itu terjadi, saya juga akan memberi jarak pada
anak saya dengan temannya. Dengan menjauhkannya sementara, saya bermaksud
mengajarkan bahwa tindakan itu tidak dibolehkan.
Kemudian,
sebagai orang tua, ketika anak sudah bermain dengan baik bersama
teman-temannya, jangan lupa mengapresiasi usahanya. Memberikan pujian bahwa dia
sudah pandai bermain, akan membuatnya bahagia dan menikmati permainannya di
kali berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar