Senin, 02 Juli 2018

Pada Usia Satu Tahun Anak: Bermain Bersama Teman


Pada tahun 2018 bulan Juni kemarin, Abdullah, anak kami, sudah memasuki usia satu tahunnya. Pada usia ini, sudah terlihat tanda-tanda terhadap keinginan bersosialisai dengan teman-temannya, baik yang sebaya maupun yang lebih tua. Jika sebelumnya dia hanya bisa melihat dan mengamati anak-anak yang lebih tua bermain, pada usia ini dia sudah ikut bermain. Ketika anak-anak teman kami datang ke rumah bermain di dalam kamar, misalnya, dia akan menarik tangan saya atau tangan orang yang lebih tua untuk menemaninya masuk ke kamar untuk turut serta bermain dengan teman yang lebih besar.

Apa sih yang harus dilakukan oleh orang tua untuk mendampingi perkembangan anak dengan keinginan sosialisasi yang mulai meningkat pada usia satu tahunnya?

Well, bermain bersama teman-temannya akan membuat anak belajar bersosialisai dengan orang lain. Secara langsung, si anak akan mulai belajar meminta dan memberi dengan orang lain. Dia juga akan mulai belajar tentang kepemilikan : ini punyaku, dan ini punyamu. Namun demikian, bermain dengan orang lain mungkin akan jadi sedikit ‘masalah’ bagi si anak pada usianya ini. Berbagi mainan adalah contoh kongkritnya. Kemauan untuk berbagi akan mulai bekerja ketika si anak memasuki usia dua tahun, tapi bukan jadi alasan untuk menghentikan kegiatan bermainnya dengan teman-temannya sebelum usia dua tahun. Meski masih dalam rentang usia satu tahunan, anak akan tetap menikmati bermain di sekitar teman-temannya, dan pada saat itulah dia mulai belajar bermain bersama.

Nah, saat bersosialisasi, kerap kali terjadi konflik dengan temannya. Karena anak belum bisa berekspresi dengan kata-kata ketika dia kecewa atau marah, maka biasanya anak akan mengekspresikannya dengan menendang, memukul, atau menangis. Tidak ada satu pun orang tua yang bahagia ketika anak melakukan hal-hal tersebut, baik dia dipukul atau pun yang memukul. Akan tetapi, bukan tindakan bijak ketika dia dipukul dan kita membiarkan atau bahkan menyuruhnya membalas dengan memukul kembali, meskipun tujuannya untuk memberi efek jera agar anak yang memukul merasakan bagaimana sakitnya dipukul. Karena dengan cara itu, anak akan mengambil kesimpulan bahwa tindakan-tindakan membalas seperti itu (memukul, menendang, menggigit, mencakar dan sebagainya) akan diperbolehkan jika dia sudah besar atau lebih kuat nanti.

Solusinya adalah lebih baik memberi pemahaman ke anak, bahkan jika dia masih satu tahun, bahwa melakukan tindakan kekerasan kepada teman atau keluarga, itu tidak boleh karena akan membuat sakit. Kalau saya sendiri, ketika anak saya dipukul oleh temannya yang lebih besar, saya lebih memilih untuk membawanya menyingkir sementara waktu dengan teman-temannya, lalu bermain bersama saya berdua saja. Setelah dia sudah tidak sedih lagi, saya akan membawanya kembali bermain bersama, dengan lebih hati-hati mendampinginya. Ini agar anak saya tidak merasa trauma bermain bersama teman-temannya.

Nah, ada juga kondisi ketika anak saya memukul temannya. Sebenarnya, maksudnya mungkin mau menyapa, tapi karena belum bisa berekspresi dengan baik, maka kadang dia mencakar temannya. Pada saat itu terjadi, saya juga akan memberi jarak pada anak saya dengan temannya. Dengan menjauhkannya sementara, saya bermaksud mengajarkan bahwa tindakan itu tidak dibolehkan.

Kemudian, sebagai orang tua, ketika anak sudah bermain dengan baik bersama teman-temannya, jangan lupa mengapresiasi usahanya. Memberikan pujian bahwa dia sudah pandai bermain, akan membuatnya bahagia dan menikmati permainannya di kali berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar