Selasa, 09 Januari 2018

Kapan Waktu Membaca Untuk IRT?


Untuk saat ini, saya sepenuhnya adalah seorang Ibu Rumah Tangga (IRT). Hidup bersama keluarga kecil dengan format ayah ke kampus dan ibu di rumah bersama balitanya, juga disibukkan pekerjaan-pekerjaan domestik yang tidak seberapa saja, sebenarnya. Lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak, entah tidur bersama atau keluar rumah lengkap dengan kereta dorongnya.

Perihal menjadi IRT, sejak memiliki anak, ada satu hal yang berubah drastis dalam hidup saya, yang mungkin juga telah dan tengah dirasakan oleh IRT lain. Perubahan yang banyak membuat saya terlihat banyak maunya di depan suami, barangkali.

Ini tentang waktu membaca. Percayalah! kini waktu membaca bagi saya terasa amat berharga. Jika pun ada yang sempat saya nikmati dari yang berharga itu, saya lakukan dengan memaksa-maksa diri dan mencuri-curi waktu. Maka sebagai IRT, saya ingin berbagi cerita di tulisan ini, mana tahu bisa jadi sarana berbagi pengalaman untuk IRT lainnya. (IRT seluruh dunia, bersatulah!!! eh…)

Bagi saya, setidaknya, ada tiga kesempatan yang bisa membuat saya menikmati waktu membaca. Dengan sedikit terburu-buru, tentu saja.

Pertama, saat si anak sedang tidur. Tidak peduli waktu dan tempat (kecuali saat di kendaraan sih karena saya mual kalau membaca), jelasnya jika anak saya tidur, saya sebisa mungkin membaca.

Jika pada siang hari dia dapat saya tidurkan di kasur, saya akan bergerak bangun dengan hati-hati untuk duduk di sekitarnya dan membaca halaman demi halaman. Karena anak saya termasuk bayi yang tidurnya pulas saat suasana tenang dan harus ada orang di sampingnya menemani, maka saya dituntut untuk membaca dengan tenang di dekatnya. Tanpa suara dan gerakan berlebih. Rata-rata tidur siangnya hanya memberi saya waktu paling lama kira-kira 15 menit saja untuk membaca. Kadang malah belum pegang buku, masih ke toilet untuk aktivitas pendahuluan sebelum membaca tanpa gangguan kebelet pipis niatnya, eh si dia sudah bangun. Waktu membaca seperti ini tidak menentu. Belum lagi jika saya ikut-ikutan mengantuk dan tidur siang bersamanya. Jadilah buku hanya menjadi penonton bagi sepasang ibu dan balitanya yang sedang pulas.

Sementara saat malam, ngantuk dan mata yang lelah karena pencahayaan senter HP menjadi godaan untuk tetap melanjutkan bacaan atau tidak. Meski begitu, pada malam hari lah rentang waktu membaca saya yang paling panjang karena waktu tidur malam yang juga lama. Terutama untuk musim dingin seperti ini, lama gelap bisa sampai tujuh belas jam.

Kedua, saat bayi kami bersama ayahnya atau sanak-saudara lainnya. Dengan senang hati saya memanfaatkan waktu untuk membaca kala bayi kami dijaga ayahnya. Meski di awal-awal didahului dengan rengekan dan ngambekan saya terlebih dahulu agar Pak Suami memberi saya waktu untuk membaca (pssttt… sekarang beliau sudah jauh lebih pengertian 😉). Kesempatan ini juga kadang tidak bertahan lama sebab bayi kami menangis mencari ibunya atau sudah waktunya dia untuk minum susu dari tubuh saya. Meski begitu, waktu membaca seperti ini merupakan yang paling nyaman bagi saya. Kenapa? Karena saya bisa membaca dengan lebih tenang tanpa takut akan bayi yang terbangun atau tanpa bersusah-susah menggunakan senter HP agar tidur bayi tidak terganggu di malam hari. Ini anugerah besar buat IRT yang bodoh dan (syukurnya) terus menuntut diri untuk tidak pernah berhenti belajar seperti saya.

Ketiga, jika sudah kebelet mau baca dan si bayi tidak kunjung tidur dan ayahnya belum pulang dari kampus, tidak ada cara lain, saya mengajaknya membaca. Iya, saya mendongengkannya bacaan budgeting milik Simeon Lindstrom atau novel Max Havelar-nya Multatuli. Meski lebih banyak dia melongo melihat mulut saya yang komat-kamit. Syukur saya, dia termasuk tipikal bayi yang akan diam mendengarkan jika ada seseorang yang berceloteh di depannya. Namun jangan kira bisa bertahan lama, sebab dia juga gampang bosan anaknya.


Waktu ketiga ini, meski sangat pendek, memiliki faedah tidak hanya untuk saya tapi juga untuk anak saya secara langsung. Selain untuk memenuhi kebutuhan saya akan bacaan, mengeraskan bacaan di dekatnya juga dapat merangsang kemampuan verbalnya lewat berbagai kosa kata baru yang didengar. Selain itu, harapan saya, dia dapat melihat langsung sekaligus menyerap kegiatan-kegiatan positif yang saya berusaha jadikan kebiasaan dalam keluarga kecil kami. Maka sebutlah ini sebagai ‘sambil menyelam minum air sekaligus tangkap ikan’. Halah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar