"Kuketahui bahwa pembagian bersumber dari Allah sejak awal, maka aku tidak iri kepada seseorang dan aku ridha puas hati dengan bagianku yang ditetapkan Allah".
Kutipan di atas saya pindahkan dari
buku tulisan Quraish Shihab, Logika Agama,
yang menyarikan hikmah yang disampaikan Hatim al-Asham kepada Syaqiq al-Balkhy.
Di buku tersebut, sebenarnya ada delapan hikmah yang diuraikan. Kali ini, saya
hanya ingin mencoba menulis hikmah kelima. Ini sebagai bagian dari upaya
menghayati hikmah tersebut sekaligus untuk menjaga ingatan kala suatu hari
terlupa sehingga dapat menengoknya kembali di sini.
Pernah nda sih lihat foto seorang teman di FB yang wah sekali
kehidupannya? Anak pasangan pejabat kampus, lulusan FK, lanjut kuliah di Eropa,
mejeng sana sini di ajang berprestasi. Sudah begitu anaknya rendah hati dan
senang bergaul. Cemburu nda sih
dibuatnya?
Suatu kali waktu, pernah lihat anak yang
orang tuanya saya kenal. Anak pejabat di tempat saya kuliah dulu. Hidupnya
muluuuuuuuuus dan kinclong deh kalau lihat riwayat hidupnya. Sekolah di tempat
mentereng, pas nikah ketemunya sama sesamanya gitu pula kehidupannya. Dari
mulai bangun sampai tidur, kayaknya kok bakal tenang-tenang gitu hidupnya. Paling pun
kalau ada masalahnya berputar-putar di 'mau liburan ke mana ya bulan ini,
bagusnya kuliah di mana, mau beli bangunan yang mana lagi buat properti,
dsb-nya'.
Sudah itu, saya melihat ke diri
sendiri. Rasanya pengen nangis. Perjuangan hidup saya kok banyak bangeeeeeet ya?
Hiks [Sumpah jangan ditiru akhlak saya ini!]
Nah pas baca tulisan di buku Quraish
Shihab tadi, bulu kuduk saya merinding. Beneran!
Ya Allah... betapa saya telah
menganiaya diri sendiri dengan membanding-bandingkan hidup yang Allah telah
berikan. Padahal, kehidupan masing-masing kita merupakan pembagian-Nya sejak awal.
Lalu kenapa saya harus iri?
Bukankah Allah selalu bijaksana
mengatur kehidupan ini? Bukankah Dia yang lebih tahu yang terbaik untuk setiap urusan,
bahkan hidup hamba-hamba-Nya. Maka barangkali, yang terbaik memang, setiap
usaha harus senantiasa ditutup dengan "alhamdulillah
'ala qulliy hal".
Setelah berikhtiar selama setahun
melewati empat musim penuh drama demi datang ke tempat kursus Bahasa Inggris
pagi, siang, malam dan ternyata pas ikut tes IELTS, poin cuma bertambah 0,5,
"alhamdulillah 'ala qulliy hal”.
Rupanya bagian saya dari pemberian Allah tahun itu ya segitu. Itu yang terbaik.
Bisa jadi Allah menunda dulu untuk menggenapkan poin sebagai syarat S3 karena
Allah punya agenda lain untuk saya yang lebih baik atau lebih penting. Pun bisa
jadi Allah ingin saya belajar lebih mantap lagi Bahasa Inggris, supaya nanti
pas menulis jurnal Bahasa Inggris nda
keteteran lagi.
Demikianlah harusnya. Selalu ditutupi
dengan kesyukuran dan berbaik sangka atas setiap penolakan dan kegagalan.
Berusaha menyemai hikmah-hikmah kebaikan, sembari tidak henti untuk tetap
berusaha sekuat kemampuan dan dalam batas yang halal untuk memperoleh
karunia-Nya.
Jika pun segala daya upaya telah
dikerahkan, rupanya hasil tidak sesuai keinginan, maka berpuas hatilah tetap. Qana'ah atas pemberian-Nya. Sebab kata
Dia :
"Kami yang membagikan/menentukan di antara mereka rezeki mereka (masing-masing) dalam kehidupan dunia" (Q.S.43:32).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar