Selasa, 09 Agustus 2016

Bagaimana Morgan Menulis Hingga Membuat Tulisannya Menjadi Raksasa Akuntansi Kualitatif?


Kalau tidak salah, di Bumi Manusia-nya, Pram pernah bilang bahwa sesuatu yang besar lahir dari syarat pengalaman yang luar biasa sulitnya. M. Aan Mansyur juga pernah menyatakan hal yang serupa, bahwa tidak ada sesuatu yang indah yang terlahir dari sesuatu yang mudah. Kira-kira seperti wejangan ini : pelaut yang hebat lahir dari terpaan ombak, bukan dari lautan yang tenang. Demikian juga dengan jurnal ilmiah, mestinya dia lahir dari kumpulan berbagai pengetahuan sebelumnya yang kemudian menghadirkan pengetahuan baru. Begitu bukan sih?

Dulu di kepala saya, jurnal yang kanon itu harusnya memunculkan banyak referensi, ngutip sana-sini pendapat dan hasil penelitian orang. Tapi Morgan mencungkirbalikkan pemahaman saya itu. Sebutlah artikelnya yang berjudul ‘Accounting As Reality Construction: Towards A New Epistemology for Accounting Practice’.

Pada halaman pertama di jurnal tersebut (abstrak dan sebagian pendahuluan), tidak muncul satu pun hasil penelitian sebelumnya sebagai pembanding. Bagaimana mungkin ini terjadi, sementara dulu waktu mengambil mata kuliah metodologi penelitian, saya selalu diwanti-wanti sama dosen bahwa pendahuluan minimal harus memuat latar belakang teoritis. Penelitian harus mengisi bagian pada badan pengetahuan (body of knowledge), atau bahasa kerennya turut menyumbang pengetahuan, dan karena itu seharusnya ada rujukan dari artikel sebelumnya yang menjadi penjelas tema mana yang kita bahas dan kekurangan penelitian mana yang dilengkapi oleh penelitian kita. Ok! Fix, saya bingung sama Morgan!

Mari lanjut ke halaman kedua. Pada halaman ini, pembaca malah disuguhi sebuah gambar dari seniman M. C. Escher ini :
Sumber : Google
Kualitatif gitu ya, apa aja bisa jadi datanya (kata orang begitu). Pada halaman kedua juga belum ada kutipan yang dimunculkan satu pun. Baru pada halaman ketiga, Morgan memunculkan empat referensi. Dari empat referensi itu, tiga di antaranya adalah referensi yang menggunakan namanya sendiri sebagai penulisnya. Nah kan, langsung menghantam ini sih jadinya. Pembaca mana yang tidak akan dibuat paham kalau Morgan sudah ahli di bidang yang ditulisnya tersebut dengan merujuk langsung pada tiga penelitian yang dihasilkannya sendiri sebelumnya? Alih-alih meremehkan tulisannya sebagai abal-abal atau asal bunyi karena pada halaman awal tidak ada satu pun kutipan, hanya dipenuhi argumen, berikutnya malah membuat pembaca harus tersenyum kecut dengan kecerdikannya memunculkan tiga hasil penelitiannya sebagai sodoran. Betapa Morgan sudah mendalami masalah yang ditulisanya itu jauh hari sebelumnya.

Lanjut ke halamana kelima, kembali tidak ada satu pun sumber yang dikutipnya. Baru kemudian pada halaman keenam (halaman keempat dari terakhir), Morgan memunculkan para pendahulu dan rekannya secara runut sebanyak empat belas referensi artikel dan buku. Sebutlah beberapa di antaranya berasal dari tulisan Paton, Littleton, Belakoui, Tinker, Gambling, dll. Siapa sih yang berani-berani mengaku sudah membaca dengan baik hasil penelitian akuntansi dengan pendekatan kualitatif tanpa pernah menemukan satu pun nama-nama itu sebagai rujukan?

Dengan hanya delapan halaman ditambah satu daftar pustaka, tulisan Morgan menjadi raksasa bagi penelitian kualitatif khususnya yang butuh penguat argumen terkait akuntansi sebagai realitas yang subjektif. Hayo, siapa bilang menulis jurnal bagus harus lebih dari dua puluh halaman? Menurut saya yang bacaannya belum banyak ini, benar bahwa Morgan tidak banyak mengambil referensi sebagai penguat argumen, namun kekuatan dari tulisan itu sendiri yang membuat artikel tersebut menjadi kanon hingga saat ini (tulisan tersebut terbit tahun 1988).

Morgan hadir ke belantara pengetahuan akuntansi yang sudah mapan dengan pemahaman bahwa akuntansi adalah sesuatu yang objektif dan bebas nilai dengan pernyataan “akuntansi yang subjektif dan bebas nilai itu mitos!”. Sangar tidak? Menurut Morgan, akuntansi terpengaruh oleh banyak hal. Budaya, misalnya, sangat berpengaruh pada bentukan akuntansi itu sendiri. Belakangan ini, semakin banyak penelitian yang membenarkan hal tersebut.

Dengan menggunakan gambar Escher di halaman kedua, Morgan mengajak pembaca berpikir tentang cara memandang realitas. Sebagaimana gambar Escher yang sedang menggenggam bola, gambar tersebut kita lihat sama persis seperti cara pelukisnya memandang. Pemandangan yang dilihat si pelukis kemudian digambar dan kita lihat bersama hasilnya sebagai sebuah gambar, sebuah realitas. Dengan demikian, apa yang kita lihat dari gambar tersebut, sedetail dan sebanyak apa pun yang kita tangkap, hanya sebatas cara pandang si pelukis yang menuangkannya dalam bentuk gambar. Katakanlah ada orang lain, sebutlah si B yang sedang berdiri 100 meter dari jarak si pelukis saat menggambar dan disuruh menggambar pemandangan yang sama dari tempatnya berdiri, tentu hasil gambarnya akan berbeda. Dan gambar itulah akuntansi, yang selalu dipertahankan sebagai sebuah kebenaran objektif. Padahal, setiap realitas terbentuk dari sebuah cara pandang tertentu. Beda cara pandang (beda tempat memandang dalam konteks gambar Escher), akan menghasilkan realitas yang berbeda. Pendeknya, "In a broad sense, all knowledge is a matter of perspective", ngono ik kata Morgan. Bukan kata saya loh ya, kata Eyang Morgan.


Akhirnya, bagaimana Morgan masih berdiri kuat di tengah-tengah melimpahnya penelitian akuntansi, tidak lain barangkali karena hasil pemikirannya yang menjadi dasar bagi hampir semua bangunan pengetahuan akuntansi yang memandang realitas akuntansi sebagai sesuatu yang dapat dikonstruksi. Pertanyaannya adalah, bagaimana Morgan bisa mencapai pemikiran tersebut, mealampaui pemikiran umum pada zamannya? Tentu bukan karena mengejar banyak kutipan ya, tapi melihat dari daftar pustakanya, bisa ditebak kalau Morgan membaca bacaan-bacaan terbaik pada zamannya. Aih, guru yang baik lahir dari guru yang jauh lebih baik. Penulis yang baik lahir dari melimpahnya bacaan dari penulis-penulis terbaik pula. Dan barangkali itu juga berlaku bagi hasil-hasil penelitian akuntansi, apa pun metode pendekatannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar