Kamis, 11 Juni 2015

Bagaimana Metode Penelitian Kualitatif yang Keren Menurut Saya?


Setelah gelombang beruntun teoresasi epistemologis bergerak melewati lima kurun sejarah penelitian di bidang sosial [versi Denzin dan Lincoln: tradisional, modernis (keemasan), genre yang kabur, krisis representasi dan kurun post modern (masa kini)], beragam sudut pandang kualitatif bermunculan. Kita bisa menyebut beberapa di antaranya: hermeneutika, strukturalisme, semiotika, fenomenologi, etnografi, studi kritis, dan banyak lagi. Berbagai jenis sudut pandang tersebut kemudian diadopsi oleh lintas disiplin ilmu sosial untuk dijadikan metode penelitian. Termasuk akuntansi, tentu saja.

Kita boleh senang dengan banyaknya jalan yang bisa digunakan untuk menemukan jawaban dari pertanyaan penelitian kita. Tergantung, metode mana yang lebih mengakomodasi untuk sampai pada jawaban yang kita inginkan. Namun, sayang sekali, karena metode-metode di atas tampaknya keren dan yah katanya antimainstream (yang mengatakan dan mempolakan kubu-kubu seperti ini tidakkah masih terjajah dengan pola pikir inti dan tepi?) maka banyak yang kemudian tertarik mengadopsinya. Ini tentu saja membahagiakan, mengingat beberapa kalangan yang menganaktirikan jenis penelitian dengan metode-metode tersebut. Tapi seperti sisi Ying dan Yang, ini bisa jadi sebaliknya: menyedihkan!

Banyak yang mengadopsi metode hanya karena metode itu keren. Penelitian sebagai unjuk keren-kerenan? Huh! Saya sering mendapatkan artikel atau tugas penelitian yang di bagian metode dijelaskan akan menggunakan metode yang ‘wah’, tapi selanjutnya saya harus kecewa, karena metode tersebut hanya terkesan tempelan belaka.

Saya bisa mengambil contoh, dialektika tokoh X, misalnya. Saya membayangkan bagian hasil penelitiannya akan penuh dengan hasil analisis yang tajam, yang meminjam metode dialektika si tokoh X, cara berpikir si tokoh X. Tapi kemudian saya harus kecewa. Metode hanya tinggal definisi saja. Tidak ‘hidup’ dalam penelitian itu.

Nah, menjawab judul tulisan ini, ‘Bagaimana Metode Penelitian Kualitatif yang Keren Menurut Saya?’ Saya kira jelas, metode tidak sekedar buat gaya-gayaan. Tapi hadir di seluruh proses penelitian itu. Mungkin benar apa yang dosen pembimbing saya katakan, metode yang kita pilih itu seperti memilih iman. Saya, misalnya, tidak hanya mengaku Islam, tapi nilai-nilai Islam itu harus menjadi napas dalam setiap gerak saya (aamiin). Barangkali terlalu berat pengandaiannya sih. Tapi, saya rasa, itu tidak berlebihan.


Memilih metode penelitian berarti menghadirkan karakter-karakter yang sejalan dengan paradigma penelitian itu sendiri. Kan tidak lucu kalau penelitiannya pendekatan kritis, tapi hasil penelitiannya hanya menyodorkan ‘apa yang ada’ (das sein). Bukan yang ‘seharusnya ada’ (das sollen).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar