Sabtu, 23 Agustus 2014

Reuni



 
Namanya Dani Quinn. Gadis ini masih saja cantik. Berat badannya pun masih sama dengan sepuluh tahun silam. Ia tengah menghadiri reuni SMA-nya. Reuni yang-seperti ia duga sebelumnya-mempertemukannya dengan pria pertama dan satu-satunya yang ia cintai, Logan Webster.

Reuni malam itu tak hanya membawa keduanya pada kisah nostalgia romantika silam. Siapa menyangka, mereka berkesempatan meluruskan perkara yang serupa benang kusut yang pernah terjadi di antara keduanya.

Sepuluh tahun silam, Dani meninggalkan Logan tanpa penjelasan, saat cinta keduanya sedang mekar-mekarnya. Dan saat reuni itulah, cerita mereka kembali dimulai.

***

Potongan kisah di atas berasal dari sebuah novel terjemahan berjudul “Reuni”. Novel yang terbit persis di tanggal yang sama dengan tanggal kelahiran saya namun dalam tahun berbeda (1984) tersebut adalah karya salah seorang pemenang New York Times Bestselling Author. Dengan judul asli, “In A Class by Itself” , si penulis, Sandra Brown memulai ceritanya dari kegiatan reuni SMA. Sebuah agenda tahunan yang jamak dilakukan masyarakat yang pernah bergabung dalam institusi formal bernama sekolah.

Seorang ahli Etnografi & Komunikasi bernama Amalia Maulana menjelaskan bahwa agenda tahunan berupa reuni mampu merekatkan kembali tali persahabatan. Penelitian yang dilakukan tim dari Brigham Young University & University of North California pernah mengungkap bahwa ada hubungan antara kematian & kesepian. Dari data 148 penelitian selama tiga dekade yang melibatkan 300.000 orang tersebut, disimpulkan bahwa dikelilingi banyak teman & saudara kemungkinannya akan mengurangi risiko kematian 50 persen. Dari hasil penelitian tersebut, Amalia lalu mengaitkan reuni sebagai kegiatan yang bisa membuat orang berumur panjang karena dikelilingi banyak teman.

Awalnya, reuni merupakan kegiatan yang ramai kita lakukan untuk melepas rindu dan menjalin kembali persahabatan. Namun kini, kadang−atau lebih sering?−cerita perihal reuni hadir dalam wajah yang berbeda dari cerita antara Dani & Logan dalam cuplikan singkat novel di awal tulisan ini. Juga, reuni kadang memiliki dampak bertolak belakang dari kesimpulan yang dibuat Amalia tadi.

***

Wajah berbeda tersebut saya jumpai saat suatu hari selepas berlebaran di kampung halaman, saya bertemu dengan seorang kawan semasa MTs−setara SMP. Padanya saya bertanya kabar seorang teman lama. Lalu dengan nada prihatin dia katakan, “oh si dia, masih ada kok, sering saya berjumpa. Saya pernah mengajaknya kalau ada acara ngumpul. Tapi dia menolak, katanya dia malu. Saat yang lain akan berbicara sekolah & pekerjaan, dia tidak tahu mau bicara apa.” Pasalnya, dia tidak melanjutkan sekolahnya lagi selepas SMA.

Wajah berbeda selanjutnya dilukiskan dengan narasi curhatan oleh seseorang dalam situs kaskus dengan judul "Tak Kuhadiri Reuni Sebab Aku Miskin”. Si penulis mengisahkan pernah mengajak kawannya yang berprofesi sebagai tukang becak ke sebuah reuni. Sang kawan pun menolak menghadiri undangan reuni di sebuah hotel berbintang tersebut. Ketimbang menghadiri acara reuni yang membuatnya asing dengan kawan-kawannya yang berjas dan berpakaian mewah, ia memilih mengayuh becak untuk membawa pulang uang makan bagi anak-istrinya.

Dalam dua cerita tersebut, reuni telah berubah wajah menjadi momok yang menakutkan untuk orang-orang tertentu. Reuni membuat si tukang becak justru menjauh dari kawan-kawan lamanya. Kekhawatiran yang muncul jika ditanya dengan rentetan pertanyaan tentang pekerjaan dan pendidikan ketimbang memperbincangkan cerita-cerita yang akan membangun kembali persahabatan.

Reuni, sebuah ajang temu yang di dalamnya kasta menjadi kian jelas. Reuni pun tak luput oleh perbincangan yang mengamini sebuah profesi yang lebih tinggi, sementara profesi lain yang lebih rendah. Sebuah ajang yang di dalamnya tak lepas dari bangunan konstruksi sosial.

Pasca hari raya ini, begitu banyak undangan reuni datang. Kita turut hadir, berjumpa dengan kawan-kawan lama. Atas nama rindu & hendak menjalin silaturahmi kita pun hadir. Namun lebih sering yang dibicarakan adalah kesuksesan satu, dua atau beberapa orang di antara kita. Pamer berbalutkan silaturahmi.

Rubrik Literasi, Koran Tempo Makassar (Jumat, 22 Agustus 2014).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar