Alhamdulillah, sudah
2020, sudah semakin tua usia saya beriring semakin tua pula usia bumi ini.
Artinya, kematian bagi saya semakin dekat, yang entah kapan, tapi pasti makin
mendekatkan langkahnya menuju alamat rumah saya.
Mengingati
hal itu, membuat saya belum siap benar menghadapi kematian, yang sepenuhnya
karena kurangnya banyak hal dalam diri saya. Paling utama adalah anak, suami
dan orang tua semata wayang saya. Kadang kalau lihat anak main-main dan
ketawa-ketawa, suka kepikiran, nih anak kalau saya tidak ada, apa dia siap ya
menghadapi dunia ini. Hiks… Padahal ya, Allah kan sudah menjamin rezeki
kehidupan masing-masing anak dan harusnya dia saya titipkan sepenuhnya pada
penjagaan Allah saja. Tapi ya gimana, kalau ke kampus saja, setiap pulang saya
mengecek ujung kaki sampai kepalanya dan kadang ada saja penyesalan jika ada
yang lecet di badannya. Atau bahkan hanya ujung kuku-kukunya yang menghitam,
“duh habis main apa nih anakku, tidak diperhatikan paling nih, kok kotor amat.”
Padahal barangkali keluarga di rumah yang mendampingi ketika saya mengajar
sudah super maksimal mengeluarkan tenaga mereka. Masalahnya memang, kembali ke
saya, saya menggunakan standar keibuan saya untuk menjaga dan merawat anak
sendiri dengan cara orang lain mendampingi anak saya. Ya bedalah. Ibu adalah
malaikat untuk setiap anak-anaknya.
Nah,
jika untuk sependek itu saja waktu saya meninggalkan anak sudah kepikiran, maka
pastilah saya tidak siap ketika meninggalkannya untuk jangka waktu yang lebih
lama. Sementara usia saya, sungguh-sungguh rahasia Allah saja. Mungkin besok,
atau bahkan mungkin tidak lama setelah saya menyelesaikan tulisan ini.
Belum
lagi sama suami dan mama saya. Mereka nanti baik-baik saja tidak ya, kalau missal
usia saya pendek? Hiks.
Sebenarnya,
ada yang bisa saya lakukan untuk meminimalisir kekhawatiran dan ketakutan
semacam itu. Itu adalah berbuat baik.
Sepanjang
usia saya, saya pernah merasakan diri saya utuh ingin beribadah saja kepada
Allah, dan ketika itu, saya sampai pada keikhlasan untuk mati kapan saja. Pada
titik itu, saya sadar sepenuhnya sadar bahwa usia saya tidak bisa saya
tebak-tebak, sebab itu saya harus selalu berbuat baik dan ikhlas pada setiap
ketetapan Allah dalam hidup saya.
Setelah
diliputi berbagai aktivitas setahun ini, kadang emosi saya tidak bisa saya
kendalikan. Kalau ada keluarga yang semena-mena minta ini dan itu, entah kenapa saya kepingin
memberontak dan bawaannya marah-marah seharian. Padahal kan hidup ini singkat
saja, dan menolong keluarga sendiri kan tidak ada ruginya. Tapi eh tapi, saya
selalu merasa tidak ikhlas dimintai tolong yang berat-berat *nangisDipojokan…
Dulu,
sehari setelah pernikahan, ibu mertua saya pernah bilang, “saya selalu tolong
orang dan berbuat kepada orang semampu saya, Nak. Kalau pun Allah belum balas
sekarang, yah mungkin nanti Allah balas ke anak-anak saya.” Terus kemarin saya juga baca kisah seorang anak yang kuliah di Bandung dan menagih Allah atas kebaikan
ibunya, dan Allah benar-benar balas anak itu kontan. Surprisingly, itu kisah nyata. Lalu saya teringat kisah lain di
masa lalu tentang Khalifah Umar yang menyelamatkan seekor burung dari seorang
anak yang sedang memainkannya. Umar membeli burung itu lalu melepasnya. Dari
riwayat yang shahih, Umar mendapat ampunan di alam kuburnya bukan karena
keadilan dan kedermawannya, tapi karena kasih sayangnya pada seekor burung yang
pernah diselamatkannya. Maka benarlah,
“Para penyayang akan disayangi oleh Sang Maha Penyayang. Maka sayangilah semua makhluk di muka bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh siapa pun yang ada di langit.” (Muhammad bin Abdullah)
Kalau
sudah kayak begini, ingin rasanya memutar ulang kaset 2019, lalu memperbaiki
sikap-sikap saya yang tidak baik. Bantu orang hitung-hitungan, kasih hadiah
hitung-hitungan, temani anak suka bertanduk, hadapi mama tidak dengan sikap
yang manis, hadapi suami tapi bikin marah-marah. Uwooooo… bagaimana ini hidupku?
Awal
2020 ini resolusi yang saya susun ingin fokus ke perbaikan diri dalam
berhubungan ke alam semesta. Saya ingin lebih nice ke orang-orang dalam setiap kondisi. Saya ingin lebih ramah
kepada alam dengan bawa botol air sendiri ke mana-mana dan mengurangi sampah
bumi dengan lebih pilih-pilih barang tidak habis pakai untuk dibawa pulang ke
rumah. Saya ingin jadi lebih berarti buat keluarga dan sesama.
Sepertinya
itu. Apa kabar kalian? Kalian mau fokus apa tahun ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar