Senin, 13 Januari 2020

Tahun 2020 dan Hal-hal yang Belum Terselesaikan



Alhamdulillah, sudah 2020, sudah semakin tua usia saya beriring semakin tua pula usia bumi ini. Artinya, kematian bagi saya semakin dekat, yang entah kapan, tapi pasti makin mendekatkan langkahnya menuju alamat rumah saya.

Mengingati hal itu, membuat saya belum siap benar menghadapi kematian, yang sepenuhnya karena kurangnya banyak hal dalam diri saya. Paling utama adalah anak, suami dan orang tua semata wayang saya. Kadang kalau lihat anak main-main dan ketawa-ketawa, suka kepikiran, nih anak kalau saya tidak ada, apa dia siap ya menghadapi dunia ini. Hiks… Padahal ya, Allah kan sudah menjamin rezeki kehidupan masing-masing anak dan harusnya dia saya titipkan sepenuhnya pada penjagaan Allah saja. Tapi ya gimana, kalau ke kampus saja, setiap pulang saya mengecek ujung kaki sampai kepalanya dan kadang ada saja penyesalan jika ada yang lecet di badannya. Atau bahkan hanya ujung kuku-kukunya yang menghitam, “duh habis main apa nih anakku, tidak diperhatikan paling nih, kok kotor amat.” Padahal barangkali keluarga di rumah yang mendampingi ketika saya mengajar sudah super maksimal mengeluarkan tenaga mereka. Masalahnya memang, kembali ke saya, saya menggunakan standar keibuan saya untuk menjaga dan merawat anak sendiri dengan cara orang lain mendampingi anak saya. Ya bedalah. Ibu adalah malaikat untuk setiap anak-anaknya.

Nah, jika untuk sependek itu saja waktu saya meninggalkan anak sudah kepikiran, maka pastilah saya tidak siap ketika meninggalkannya untuk jangka waktu yang lebih lama. Sementara usia saya, sungguh-sungguh rahasia Allah saja. Mungkin besok, atau bahkan mungkin tidak lama setelah saya menyelesaikan tulisan ini.

Belum lagi sama suami dan mama saya. Mereka nanti baik-baik saja tidak ya, kalau missal usia saya pendek? Hiks.

Sebenarnya, ada yang bisa saya lakukan untuk meminimalisir kekhawatiran dan ketakutan semacam itu. Itu adalah berbuat baik.

Sepanjang usia saya, saya pernah merasakan diri saya utuh ingin beribadah saja kepada Allah, dan ketika itu, saya sampai pada keikhlasan untuk mati kapan saja. Pada titik itu, saya sadar sepenuhnya sadar bahwa usia saya tidak bisa saya tebak-tebak, sebab itu saya harus selalu berbuat baik dan ikhlas pada setiap ketetapan Allah dalam hidup saya.

Setelah diliputi berbagai aktivitas setahun ini, kadang emosi saya tidak bisa saya kendalikan. Kalau ada keluarga yang semena-mena minta ini dan itu, entah kenapa saya kepingin memberontak dan bawaannya marah-marah seharian. Padahal kan hidup ini singkat saja, dan menolong keluarga sendiri kan tidak ada ruginya. Tapi eh tapi, saya selalu merasa tidak ikhlas dimintai tolong yang berat-berat *nangisDipojokan…

Dulu, sehari setelah pernikahan, ibu mertua saya pernah bilang, “saya selalu tolong orang dan berbuat kepada orang semampu saya, Nak. Kalau pun Allah belum balas sekarang, yah mungkin nanti Allah balas ke anak-anak saya.” Terus kemarin saya juga baca kisah seorang anak yang kuliah di Bandung dan menagih Allah atas kebaikan ibunya, dan Allah benar-benar balas anak itu kontan. Surprisingly, itu kisah nyata. Lalu saya teringat kisah lain di masa lalu tentang Khalifah Umar yang menyelamatkan seekor burung dari seorang anak yang sedang memainkannya. Umar membeli burung itu lalu melepasnya. Dari riwayat yang shahih, Umar mendapat ampunan di alam kuburnya bukan karena keadilan dan kedermawannya, tapi karena kasih sayangnya pada seekor burung yang pernah diselamatkannya. Maka benarlah,
Para penyayang akan disayangi oleh Sang Maha Penyayang. Maka sayangilah semua makhluk di muka bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh siapa pun yang ada di langit.” (Muhammad bin Abdullah)

Kalau sudah kayak begini, ingin rasanya memutar ulang kaset 2019, lalu memperbaiki sikap-sikap saya yang tidak baik. Bantu orang hitung-hitungan, kasih hadiah hitung-hitungan, temani anak suka bertanduk, hadapi mama tidak dengan sikap yang manis, hadapi suami tapi bikin marah-marah. Uwooooo… bagaimana ini hidupku?

Awal 2020 ini resolusi yang saya susun ingin fokus ke perbaikan diri dalam berhubungan ke alam semesta. Saya ingin lebih nice ke orang-orang dalam setiap kondisi. Saya ingin lebih ramah kepada alam dengan bawa botol air sendiri ke mana-mana dan mengurangi sampah bumi dengan lebih pilih-pilih barang tidak habis pakai untuk dibawa pulang ke rumah. Saya ingin jadi lebih berarti buat keluarga dan sesama.

Sepertinya itu. Apa kabar kalian? Kalian mau fokus apa tahun ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar